PERKEMBANGANCIVIC EDUCATION Civics, Citizenship Education, Civic Education DR. Dasim BUDIMANSYAH, M. Si. Dosen PKN dan SPS UPI. Dasim BUDIMANSYAH, M. Si. Dosen PKN dan SPS UPI. USA : 1880 -an l Civics Materi mengenai pemerintahan (Allen, 1960) l The Science of Citizenship Mempelajari hubungan antarindividu dan antara individu dengan SEORANG PENGGUNA TELAH BERTANYA 👇 Jelaskan perbedaan antara civic, civics, dan citizen ? INI JAWABAN TERBAIK 👇 . Pendidikan Kewarganegaraan Ilmu Kewarganegaraan Cheresore dalam Budimansyah, D dan Suryadi, K 20082 mendefinisikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Ilmu Kewarganegaraan atau Citizenship yang isinya mempelajari hubungan antara individu dan individu dengan Negara. Dalam hal ini individu adalah warga negara, sehingga pendidikan kewarganegaraan mempelajari hubungan antara warga negara dengan negara. Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebut “CIVIS”, setelah kata “CIVIS” dalam bahasa Inggris disebut “Civic”, yang berarti kewarganegaraan atau kewarganegaraan. Dari kata kewarganegaraan lahir kata civic science of citizenship, civic education dan citizen education Darmadi, 2010 7 Perkembangan studi pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari sejarah perkembangan Amerika Serikat United States of America. Pendidikan kewarganegaraan diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka Amerikanisasi bangsa Amerika atau yang dikenal dengan “teori Amerikanisasi” Darmadi, 2010 7 hal ini disebabkan keragaman warga Amerika yang berasal dari berbagai bangsa yang datang ke Amerika Serikat. Amerika Serikat untuk memiliki identitas sebagai orang Amerika. Untuk mengubah orang-orang dari berbagai negara menjadi orang Amerika, pendidikan kewarganegaraan diajarkan kepada warga negara Amerika. Saat itu, isu-isu pemerintahan, hak dan kewajiban kewarganegaraan dan kewarganegaraan dibahas sebagai bagian dari ilmu politik. Darmadi, 2010 8 2. Pendidikan kewarganegaraan citizenship education Mahoney dalam Budimansyah, D dan Surayadi K. 2008 menjelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses administrasi dan pelatihan dalam upaya mengembangkan perilaku kewarganegaraan yang baik. Azyumardi Azra dalam Darmadi 242010 Rumusan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi sebuah. Pemahaman dasar tentang bagaimana demokrasi dan lembaga-lembaganya bekerja. B. Pemahaman tentang “aturan hukum” dan hak asasi manusia yang tercermin dalam perumusan perjanjian dan kesepakatan internasional dan lokal C. Memperkuat keterampilan partisipasi yang akan memberdayakan siswa untuk merespon dan memecahkan masalah masyarakat secara demokratis. D. Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian di lembaga pendidikan dan semua aspek kehidupan masyarakat. 3. Pendidikan Kewarganegaraan / Kewarganegaraan[s] Pendidikan Pendidikan untuk warga negara Menulis istilah sipil[s] Pendidikan melalui penggunaan huruf s di belakang kata kewarganegaraan merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menyebut Pendidikan Kewarganegaraan Wahab, Abdul Azis dan Sapriya, 322011, sehingga penting untuk mengetahui cara penulisan istilah ini untuk itu. tidak ada kesalahan dalam penulisan istilah. . Cogan dan Deriicot dalam Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya 322011 menjelaskan pengertian Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, dan Pendidikan kewarganegaraan secara utuh warga negara didefinisikan sebagai anggota konstituen masyarakat. Kewarganegaraan, di sisi lain, dikatakan sebagai seperangkat karakteristik menjadi warga negara. Dan terakhir, Pendidikan Kewarganegaraan, poros yang mendasari sebuah studi, didefinisikan sebagai kontribusi pendidikan terhadap pengembangan karakteristik tersebut.

Padatahun 1940-1960 terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies, disatu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education dan di lain pihak terus bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education.

Civic education in each country has their respective goals in accordance with the value system and political system adopted by a country. Objectives play a very important role, because they will direct all teaching activities and color the other components. To be clear and focused, the purpose of civic education must be based on the values in the philosophy of a country, and accommodate the development of the demands and needs of society. In Indonesia, civic education aims to form good citizens who have citizenship knowledge about their rights and obligations as a citizen, citizenship skills capable of participating in state affairs, and have citizenship attitudes / values in accordance with the ideology of Pancasila. Civic education is formally provided at every level of education through subjects and courses in Civic Education. This research is a qualitative study that is a literature study library research that uses books and other literature as the main object. Keywords Objectives, Civic Education, Indonesia Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 152 URGENSI CIVIC EDUCATION DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA Asrori Mukhtarom*, Desri Arwen**, E. Kurniyati*** Asrorimukhtarom84 desriarwen etykurniyati63 * Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang ** Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang *** Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRACT Civic education in each country has their respective goals in accordance with the value system and political system adopted by a country. Objectives play a very important role, because they will direct all teaching activities and color the other components. To be clear and focused, the purpose of civic education must be based on the values in the philosophy of a country, and accommodate the development of the demands and needs of society. In Indonesia, civic education aims to form good citizens who have citizenship knowledge about their rights and obligations as a citizen, citizenship skills capable of participating in state affairs, and have citizenship attitudes / values in accordance with the ideology of Pancasila. Civic education is formally provided at every level of education through subjects and courses in Civic Education. This research is a qualitative study that is a literature study library research that uses books and other literature as the main object. Keywords Objectives, Civic Education, Indonesia A. PENDAHULUAN Pengertian pendidikan banyak dipakai untuk mengacu pada berbagai macam pengertian, misalnya pengajaran, pertumbuhan, perkembangan, pembentukan akhlak, dan perubahan. Kata pendidikan juga melibatkan interaksi dengan berbagai macam hal, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, dan lainnya. Meskipun memiliki berbagai makna, pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusiawi. Tindakan mendidik memang secara khas hanya berlaku bagi sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Inilah kekhasan yang membedakan manusia dengan binatang. Dalam konteks modern, pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan kepribadian individu. Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam ruang dan waktu yang telah direncanakan. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan diri yang bersifat terus-menerus, tertata rapi, dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah untuk membentuk kepribadian secara personal dan sosial serta survive menghadapi tantangan dan kebutuhan dalam kehidupan memiliki kedudukan yang sangat penting. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011. hal. 20-21. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 153 Karena kemajuan setiap bangsa dan negara ditentukan oleh kesadaran dan kepedulian warga negaranya terhadap pendidikan. Mustahil sebuah negara akan maju tanpa ditunjang oleh sumber manusia yang berkualitas. Untuk dapat mencapai sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, maka harus diselengarakan pendidikan. Salah satu pendidikan yang diselenggarakan di setiap negara adalah pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan tersebut diselenggarakan pada pendidikan formal maupun non formal. Lantas apa tujuan diselenggarakannya pendidikan kewarganegaraan?. Tulisan ini akan membahas apa pengertian pendidikan kewarganegaraan serta tujuan pendidikan kewarganegaraan sehingga pendidikan tersebut dianggap penting diselenggarakan di setiap negara. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dan pendekatan dalam tulisan ini adalah Library Research. B. PEMBAHASAN 1. Hakikat Pendidikan Bagi Manusia Dalam perspektif al-Qur‟an, pendidikan secara konseptual tidak dijelaskan secara terperinci, hanya terdapat term-term yang dipandang mengandung makna pendidikan yang jika digali lebih dalam dapat ditemukan pengertian pendidikan. Ada dua kata yang sering dihubung-hubungkan dengan istilah pendidikan perspektif al-Qur‟an, di antaranya yaitu al-tarbiyah dan al-ta’lîm. Dalam al-Qur‟an tidak ditemukan istilah al-tarbiyah secara eksplisit, namun dalam al-Qur‟an terdapat istilah yang identik dengannya, yaitu al-rabb, rabbayâniî, nurabbî, ribbîyûn dan rabbânî. Semua istilah tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda. Kata al-tarbiyah yang identik dengan akar kata rabba mempunyai arti luas, yaitu memelihara, menumbuhkan, mengembangkan, menguasai, memiliki, dan mengatur. Sebagaimana dalam QS. Al-Fatihah 2 Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. QS. Al-Fatihah 2. Kata Rabb di atas berarti Tuhan yang ditaati yang Memiliki, Mendidik dan Memelihara, Mengembangkan alam semesta secara berangsur-angsur termasuk manusia hingga sampai pada derajat yang sempurna. Apabila istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan bentuk fi’il madhi-nya rabbayânî sebagaimana dalam QS. al-Isra 24, dari bentuk mudhari-nya nurabbi sebagaimana dalam QS. al-Syu‟ara 18, maka al-tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, memproduksi, membesarkan dan menjinakkan. Menurut al-Razi, term rabbayânî tidak hanya pengajaran yang bersifat ucapan yang memiliki domain kognitif tetapi juga meliputi juga pengajaran tingkah laku yang memiliki domain afektif. Bila didasarkan pada QS. Ali Imran 79 dan 146, pengertian al-tarbiyah padanan kata rabbaniyyîn dan ribbiyûn adalah transformasi ilmu pengetahuan dan sikap pada anak didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi pekerti, dan pribadi yang luhur. Kata ini juga memiliki makna kesempurnaan ilmu dan takwanya kepada Allah Swt. Sedangkan kata al-ta’lîm yang berasal dari kata dasar ’allama, yang berarti mengajar, menanamkan keyakinan dan pengetahuan. Kata al-ta‟lim sendiri dapat dijumpai di dalam al-Qur‟an pada surat al-Baqarah 31, kata al-ta’lim digunakan oleh Allah untuk mengajar nama-nama yang ada di alam jagat raya kepada Nabi Adam. Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972, hal. 321. Fakhru al-Razi, Tafsr Fakhru al-Râzi, Teheran Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, hal. 151. Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972, hal. 9. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 154 Berdasarkan pemahaman tentang pendidikan di atas, yang diartikulasikan dengan term al-tarbiyah dan al-ta’lîm, maka dapat diambil generalisasi bahwa kedua term tersebut memang mengisyaratkan pendidikan. Akan tetapi bila dilakukan analisis secara mendalam paling tidak dapat dikatakan bahwa al-ta’lîm lebih mengarah kepada aktifitas doktrinasi ilmu pengetahuan. Sedangkan al-tarbiyah mengandung tiga domain pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dan dua aspek pendidikan jasmani dan rohani. Penulis menyimpulkan bahwa istilah tarbiyah lebih luas maknanya, dan ta‟lim termasuk unsur di dalamnya. Walaupun istilah pendidikan tersebut di atas dapat dipahami secara berbeda, namun pada hakekatnya merupakan satu kesatuan dalam satu sistem yang utuh. Konsep dan teori kependidikan sebagaimana yang dibangun atau dipahami dan dikembangkan dari al-Qur‟an, mendapatkan justifikasi dan perwujudan secara operasional dalam proses pembudayaan dan pewarisan serta pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi, yang berlangsung sepanjang sejarah umat Urgensi Civic education Dalam Bernegara Di berbagai negara termasuk Indonesia, pendidikan dijadikan sebagai sarana untuk membentuk warga negaranya baik. Melalui pendidikan kewarganegaraan, harapannya setiap warga negara menjadi warga yang baik. Istilah “pendidikan kewarganegaraan” dalam bahasa asing diterjemahkan dengan dua istilah, yaitu civic education dan citizenship education. Dari kedua istilah tersebut terdapat Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, Yoyakarta Teras, 2011, hal. 15. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008, hal. 30. kandungan civic dan citizenship. Kata Civic, secara etimologis barasal dari masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa Latin, yaitu “civis”, “civicus”, atau “civitas” yang artinya anggota atau warga dari suatu republik di zaman Romawi, sedangkan di zaman Yunani Athena diistilahkan polites, yaitu anggota dari polis negara kota, dan dalam bahasa Inggris diartikan citizen yang berarti warga. Kata Civics civic + s diterjemahkan sebagai ilmu kewarganegaraan. Huruf “s” yang terdapat pada kata civic menunjukkan sebuah ilmu, sama seperti economics atau politics. Civics adalah unsur dari ilmu politik yang berisi hak dan kewajiban warga negara. Civics sebagai bagian dari ilmu politik mengambil porsi dari ilmu politik, yaitu pada bagian demokrasi politik. Menurut Numan Soemantri, dalam penerbitan majalah “The Citizen” dan “Civics” pada tahun 1886, Hendry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of citizenship” – the relation of man, the individual to man in organized collections – the individual in his relation to the state”. Dari definisi tersebut, istilah Civics dapat dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir organisasi sosial, ekonomi, politik, dan individu-individu dengan negara. Dalam pengertian lain, Edmonson mendefinisikan Civics sebagai sebuah pelajaran yang membahas pemerintahan dan kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Amerika Serikat merupakan negara perintis kegiatan akademis terkait pelajaran Civics. Menurut Creshore sebagaimana dikemukakan Numan Soemantri, untuk pertama kalinya pada tahun 1790 di Amerika Serikat mulai diperkenalkan mata pelajaran Civics sebagai mata pelajaran di sekolah. Tujuan diberikannya pelajaran Civics saat itu adalah untuk “meng-Amerikakan” bangsa Winarno, Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014, hal. 1-2. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 155 Amerika atau terkenal dengan theory of Americanization. Pada perkembangannya, pengertian Civics bukan hanya meliputi hak dan kewajiban warga negara dan struktur pemerintahan saja, tetapi ditambah dengan materi kewarganegaraan yang berhubungan dengan kemasyarakatan atau lingkungan sosial community civics, prisip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan economic civics, dan mata pencaharian vocational civics. Setelah mendapatkan pelajaran Civics, harapannya siswa memiliki keterampilan sosial, kompetensi warga negara, serta watak yang baik. Istilah Citizenship secara umum diterjemahkan dengan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berarti seperangkat karakter sebagai warga. Kewarganegaraan menunjukkan keanggotaan dalam komunitas politik. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan hak untuk berpartisipasi dalam politik. Roger M. Smith sebagaimana dikutip Winarno mengidentifikasikan adanya empat makna dari kewarganegaraan. 1 A citizen is a person with plitical rights to participate in the processes of popular self-governance rights to vote; to hold elective appointive governmental offices; to serve on various sorts of juries; and to participate in political debates as equal community members, etc. 2 In modern world, citizenship is a more purely legal status. Citizens are people who are legally recognized as members of a particular, afficially sovereign political community. 3 In the last century, citizens refer to those who belong to almost any human association, whether a political community or some other groups neighborhood, fitness club, university and broader political community. 4 Citizenship signifies not just membership in some groups but certain standards of proper conducts Contributors, not free-riders, are considered “true citizens” of those bodies. Numan Soemantri, Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976, hal. 31. Berdasarkan pendapat M. Roger tersebut, maka kewarganegaraan dapat dipahami sebagai hak, yaitu hak politik untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan; sebagai status hukum, yang secara sah diakui sebagai anggota dari komunitas politik negara yang berdaulat; keanggotaan dari suatu komunitas, kewarganegaraan menunjuk pada asosiasi/keterikatan orang tidak hanya pada negara, tetapi juga komunitas lain seperti keluarga, klub, universitas, dan komunitas politik yang lebih luas lagi; dan seperangkat tindakan, artinya kewarganegaraan tidak hanya mengimplikasikan adanya keanggotaan, tetapi juga ketentuan-ketentuan dan perilaku warga negara. Bryan S Turner sebagaimana dikemukakan Sunarso menyatakan Citizenship as that set of practices judicial, political, economic, and cultural which as a consequence shape the flow of resources to person and social groups. Kewarganegaraan merupakan seperangkat praktik atau tindakan yang mencakup yudisial, politik, ekonomi dan budaya yang dapat menentukan seseorang sebagai anggota masyarakat yang kompeten, sebagai konsekuensinya membentuk aliran sumber daya kepada orang-orang dan kelompok-kelompok sosial. Apa yang dikemukakan oleh Turner ini bahwa konsep kewarganegaraan sebenarnya bukan semata-mata seperangkat hak yang bersifat pasif yang diberikan oleh negara pada warganya. Tetapi menurutnya kewarganegaraan merupakan seperangkat tindakan baik secara hukum, politik, ekonomi, dan budaya, yang dapat dilakukan warga sebagai anggota dari komunitas. Winarno, Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014, hal. 3-4. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, hal. 49. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 156 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa menjadi warga negara tidak hanya sebatas anggota sebuah komunitas, tetapi memerlukan seperangkat karakter, perilaku, dan sikap yang muncul dari keanggotaan itu. Warga bukan hanya anggota suatu komunitas politik negara atau disebut warga negara, tetapi juga anggota dari komunitas lainnya. Para pakar membedakan makna dari istilah civic education dan citizenship education. Menurut John J. Cogan sebagaimana yang dikutip Winarno, civic education yaitu pendidikan kewarganegaraan dalam arti sempit, yaitu sebagai bentuk pendidikan formal, seperti mata pelajaran, mata kuliah, atau kursus di lembaga sekolah, universitas, atau lembaga formal lainnya. Sedangkan citizenship education mencakup tidak hanya sebagai bentuk formal pendidikan kewarganegaraan, tetapi bentuk-bentuk informal dan non formal pendidikan kewarganegaraan. Istilah civic education oleh Cogan dan Derricott sebagaimana yang dikemukakan Lili Halimah, mengacu kepada suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sementara istilah citizenship education mencakup pengalaman belajar di sekolah maupun di luar sekolah, seperti yang terjadi di dalam lingkungan keluarga, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga negara S Winataputera mengemukakan bahwa citizenship education lebih luas lagi cakupannya, artinya pendidikan kewarganegaraan bukan hanya diajarkan di Lili Halimah, “Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruhnya Terhadap Nasionalisme Siswa Penilitian Cross-Sectional Survey Pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2014, hal. 16. lembaga pendidikan formal saja seperti Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, tapi juga di luar sekolah baik yang berupa program penataran atau program yang lainnya yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Istilah Civic Education diterjemahkan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan memakai huruf besar diawal dan citizenship education diterjemahkan menjadi pendidikan kewarganegaraan semuanya dengan huruf kecil. Istilah Pendidikan Kewarganegaraan PKn menunjuk kepada suatu mata pelajaran, sedangkan pendidikan kewarganegaraan menunjuk pada kerangka konseptual sistemik program pendidikan untuk kewarganegaraan yang dapat ditulis dengan semuanya huruf besar atau huruf kecil. Dari penjelasan para pakar di atas terkait makna civic education dan citizenship education, penulis dapat menyimpulkan bahwa istilah citizenship education suatu konsep yang lebih luas di mana civic education termasuk bagian penting di dalamnya. Civic education bagian dari citizenship education. Pada tulisan ini, istilah pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya digunakan istilah yang lebih luas yaitu citizenship education yang mencakup pendidikan di lembaga pendidikan formal dalam hal ini di sekolah maupun di luar sekolah seperti penataran, seminar, workshop, dan pelatihan atau program lainnya yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Udin S. Winataputra, “Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi”. Disertasi. Pascasarjana UPI, 2001, hal. 20-21. Masrukhi, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembangun Karakter Penelitian pada Beberapa Sekolah Dasar di Semarang”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 2008, hal. 71. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 157 Setiap negara pasti menginginkan warga negaranya cerdas dan baik. Oleh karena itu, usaha setiap negara dalam rangka membina terhadap generasi mudanya menjadi warga negara yang baik menjadi perhatian utama. Menurut Dasim Budimansyah, tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Demokrasi dipelihara oleh warga negara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang benar dari warga negara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota masyarakat madani civil society lainnya adalah mengkampanyekan atau mensosialisasikan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan. Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya suatu upaya pemerintah untuk mendidik dan mengembangkan karakter warga negaranya sesuai dengan ideologi serta politik bangsanya. Menurut Sunarso, pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan politik yang memiliki tujuan bagaimana membina dan mengembangkan warga negara yang baik, yakni warga negara yang mampu berpartisipasi serta bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, kesadaran dan partisipasi warga negara Dasim Budimansyah, “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air di Sekolah”. Makalah dalam Seminar Bersama UPI-UPSI dengan tema “Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik Smart and Good Citizen Pengalaman Indonesia dan Malaysia”, UPSI Malaysia, 14 April 2010, hal. 1. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, hal. 52. yang dibangun dalam bidang hukum dan moral kepribadian warga negara yang utuh di masyarakat multikultur dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dapat diselenggarakan di sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maupun di luar sistem persekolahan, misalnya penyelenggaraan seminar terkait kebangsaan, diskusi publik terkait bela negara, dan lain sebagainya. Di sekolah, pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian dalam konteks pendidikan yang memiliki peran strategis untuk meningkatkan kembali wawasan kebangsaan, semangat nasionalisme, serta membentuk warga negara yang baik sesuai dengan falsafah bangsa dan konstitusi negara, sekaligus untuk menjawab tantangan perkembangan demokrasi dan integrasi nasional. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan diselenggarakan untuk memupuk kesadaran bela negara, cara berpikir yang komprehensif integralistik dalam rangka ketahanan nasional untuk kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara. Kesadaran tersebut mencakup kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, serta keyakinan akan kebenaran falsafah negara. Kesadaran tersebut harus ada dalam jiwa warga negara, terlebih dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang tak bisa dilepaskan dari masalah-masalah seperti konflik yang terjadi pada sebuah negara yang masyarakatnya majemuk termasuk Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya. Satu sisi, kanekaragaman tersebut merupakan kekayaan sebuah bangsa, tetapi pada sisi lain dalam keanekaragaman tersebut terdapat potensi konflik yang dilatarbelakangi masalah identitas perbedaan agama, etnis, dan budaya. Konflik yang telah terjadi di beberapa wilayah merupakan akumulasi akan turunnya kesadaran cinta tanah air dan kerapuhan persatuan dan kesatuan Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 158 masyarakat. Menghadapi realita tersebut, disinilah urgensi pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya strategis dalam membina dan membimbing masyarakat akan pentingnya kesatuan dan persatuan. Selain konflik, masalah terorisme pun menjadi ancaman bagi setiap negara. Adanya tragedi kemanusiaan yang disebabkan tindakan terorisme tentunya berdampak pada keamanan wilayah dalam sebuah negara. Salah satu sektor yang paling dirugikan atas dampak terorisme adalah sektor pariwisata. Negara yang menjadi korban atas tindakan terorisme akan merugi, oleh karenanya beberapa negara memberikan travel warning dengan alasan keamanan bagi warga negaranya. Salah satu upaya preventif dalam penanggulangan terorisme yaitu melalui pendidikan kewarganegaraan yang meliputi pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, pentingnya toleransi dan kerukunan dalam perbedaan, cinta tanah air, dan cinta damai. Dengan demikian pendidikan kewarganegaraan memiliki urgensi dalam membentuk warga negara yang baik secara individu maupun sosial. Globalisasi yang terus berkembang dan terjadi di hampir seluruh negara di dunia yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yaitu memberikan kemudahan dalam mengakses informasi penting terkait pekembangan dan peristiwa yang terjadi di dunia. Sedangkan dampak negatif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi adalah tidak adanya batasan terkait informasi yang masuk silih berganti yang datangnya dari negara-negara lain. Melalui media informasi, ideologi dan gaya hidup hedonis, individualis, dan konsumtif di beberapa negara maju di Barat dapat mempengaruhi kebiasaan dan nilai-nilai dasar masyarakat Timur yang terkenal santun, religius, dan memiliki kolektivisme kuat. Dan pengaruh budaya luar apabila tidak disikapi dengan wawasan dan pemahaman yang benar akan menjadikan adanya kesalahan penafsiran yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan persepsi. Melihat fenomena yang terjadi yang dijelaskan di atas, maka peran pendidikan kewarganegaraan sangat strategis. Pendididikan kewarganegaraan bukan hanya dituntut untuk dapat menyiapkan generasi mudanya untuk menjadi warga negara yang baik. Namun, pendidikan kewarganegaraan juga harus bisa menyiapkan generasi mudanya menjadi generasi yang dapat berperan aktif dalam ranah global serta mampu memfilter pengaruh negatif globalisasi. Mengingat saat ini kita berada di era globalisasi yang memiliki kecenderungan terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik ke dalam komunitas global. Menurut Sjoerd Karsten, ada tujuh kecenderungan global yang perlu diantisipasi oleh setiap negara, yaitu 1. Kesenjangan ekonomi antar negara akan semakin meluas secara signifikan; 2. Informasi teknologi secara dramastis akan mengurangi privasi individu; 3. Peningkatan perbedaan antara mereka yang memiliki dan tidak memiliki akses terhadap teknologi informasi; 4. Konflik kepentingan antara negara maju dan berkembang akan meningkat; 5. Biaya untuk memperoleh air bersih akan naik secara dramatis karena pertumbuhan penduduk dan kerusakan lingkungan; 6. Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman kualitas hidup; 7. Pertumbuhan penduduk di negara berkembang akan menyebabkan peningkatan populasi terutama anak-anak yang hidup dalam Murdiono, “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda”. Dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, No. 3 Edisi Oktober, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014, hal. 350. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 159 Global Citizenship Social Responsibility Global Competence Global Civic Permasalahan-permasalahan global yang dialami suatu negara dan lintas negara perlu pemecahan. Disinilah urgensi pendidikan kewarganegaraan yang memiliki peran strategis dalam membangun wawasan global warga negara. Pendidikan kewarganegaraan tidak sebatas mempelajari hak dan kewajiban warga negara, melainkan lebih luas dan mendalam termasuk mempersiapkan warga negara menjadi warga global. Pendidikan kewarganegaraan membekali peserta didik di sekolah dengan pengetahuan isu-isu global, budaya, lembaga dan sistem internasional. Sehingga lewat pendekatan tersebut, maka peserta didik akan mampu memfilter pengaruh global yang negatif, lebih hati-hati, teliti, dan bertanggung jawab. Menurut Morais dan Ogden, ada tiga dimensi yang dapat dikembangkan sebagai upaya mempersiapkan warga negara global yang baik dalam pembelajaran pendidikan di sekolah, yaitu tanggung jawab sosial, kompetensi global, dan keterlibatan dalam kewargaan penjelasannya 1. Tanggung jawab sosial social responsibility Tanggung jawab sosial dimaknai sebagai tingkat kesadaran saling ketergantungan dan kepedulian sosial kepada orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Siswa dilatih untuk saling menghormati perbedaan budaya lintas negara, serta dilatih mengembangkan tanggung jawab sosial dengan cara ikut serta mengevaluasi masalah-masalah sosial dan mengindentifikasi kasus atau contoh-contoh ketidakadilan dan kesenjangan global. 2. Kompetensi global global competence Kompetensi global diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang terbuka dan secara aktif berusaha Morais dan Ogden, “Initial Development and Validation of the Global Citizenship Scale”. Dalam Journal of Studies in International Education No. 15, 2011, hal. 447. memahami norma-norma budaya orang lain dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berkerja secara efektif. 3. Keterlibatan dalam kewargaan global global civic engagement Keterlibatan dalam kewargaan global dimaknai sebagai tindakan dan atau kecenderungan untuk mengenali masalah-masalah kemasyarakatan baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun global dan menanggapinya melalui tindakan seperti kesukarelaan, aktifitas politik, dan partisipasi masyarakat. Global citizenship conceptual model oleh Morais dan Ogden Tiga dimensi global yang telah dijelaskan di atas, menjadi nilai-nilai dasar yang penting untuk dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan global. Akhirnya, pendidikan kewarganegaraan bukan hanya memberikan pemahaman sebagai warga negara dalam suatu masyarakat. Tetapi juga memberikan pemahaman akan peranan sebagai warga negara sebagai warga global yang cerdas dan baik. Pembangunan sebuah negara baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh partisipasi warga negaranya. Oleh karena itu, melalui pendidikan kewarganegaraan dapat merangsang dan menumbuhkan Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 160 partisipasi aktif warga negara dalam pembangunan negara. Pendidikan kewarganegaraan memiliki misi menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam memahami kebutuhan pembangunan, permasalahan pembangunan, dan pelaksanaan pembangunan. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di tiap-tiap negara memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan sistem nilai dan sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Tujuan memegang peranan yang sangat penting, karena akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen lainnya. Agar jelas dan terarah, maka tujuan pendidikan kewarganegaraan harus didasari oleh nilai-nilai dalam falsafah sebuah negara, serta mengakomodir perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Yang menjadi objek dalam kajian pendidikan kewarganegaraan adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Oleh karenanya, tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan adalah terbentuknya warga negara yang baik a good citizen. Ada beberapa pendapat para ahli terkait tujuan pendidikan kewarganegaraan, di antaranya Pengertian warga negara yang baik pada masa-masa lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa “revolusioner”, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa Orde Baru, warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan era Reformasi, misi mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi siswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Sunarso, “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Hasil Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, hal 22. 1. Menurut David Kerr, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah preparation of young people for their roles an responsibilities as citizens mempersiapkan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara.2. Menurut Numan Soemantri, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mendidik warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang patriorik, toleran, loyal terhadap bangsa dan negara, beragama, dan Udin S Winataputra, di Indonesia secara holistik pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar setiap warga negara muda young citizens memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan komitmen Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen bernegara kesatuan Republik Indonesia. Menurutnya, pendidikan kewarganegaraan harus dirancang dalam konteks pengembangan kecerdasan kewarganegaraan civic intelligence yang secara psikososial tercermin dalam penguasaan pengetahuan kewarganegaraan civic knowledge, perwujudan sikap kewarganegaraan civic dispositions, penampilan keterampilan kewarganegaraan civic skills, pemilikan komitmen kewarganegaraan civic commitment, pemilikan keteguhan kewarganegaraan civic confident, dan penampilan kecakapan kewarganegaraan civic competence yang kesemuanya itu memancar dari dan mengkristal kembali menjadi kebajikan/keadaban kewarganegaraan civic virtues/civility. Keseluruhan kemampuan itu merupakan David Kerr, “Citizenship Education In The Curriculum An International Review”. Dalam The School Field, Volume X No 3-4, London, National Foundation for Educational Research-NFER, hal. 6. Numan Soemantri, Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976, hal. 28. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 161 pembekalan bagi setiap warga negara untuk secara sadar melakukan partisipasi kewarganegaraan civic participation sebagai perwujudan dari tanggung jawab kewarganegaraan civic responsibility.Belajar dari apa yang dilakukan bangsa-bangsa lain dalam pendidikan kewarganegaraannya, upaya serupa telah dilakukan di Indonesia. Tujuan pendidikan kewarganegaraan di antaranya dalam rangka meng-Indonesia-kan bangsa Indonesia. Sebab meskipun secara yuridis formal seseorang sebagai warga negara Indonesia WNI tetapi bisa saja karakternya bukan sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah meng-Indonesia-kan orang Indonesia dari berbagai aspek, baik sosial maupun budaya. Sebagai bangsa yang majemuk diharapkan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibina warga negara yang memahami dan melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai warga Winarno, secara komprehensif integralistik, tujuan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan kepada peserta didik sebagai berikut1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan; 2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; Udin S Winataputra, “Dinamika Aktual Tentang Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Kurikulum 2013”. Makalah dalam Seminar Nasional PKn-AP3KnI, 2014, hal. 4-5. Sunarso, “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, hal 22. Winarno, “Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan Standar Isi dan Pembelajarannya”. Jurnal Civics Volume 3 No. 1 Juni 2006, hal. 29. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dari uraian terkait tujuan pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di sekolah maupun luar sekolah, penulis dapat menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan bertujuan membentuk warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang warga negara, keterampilan kewarganegaraan yang mampu berpartisipasi dalam urusan kenegaraan, dan memiliki sikap/nilai kewarganegaraan sesuai dengan ideologi negaranya. C. KESIMPULAN Kedudukan pendidikan kewarganegaraan sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut guna mempersiapkan warga negara yang baik sesuai dengan ideologi bangsa tersebut. Di Indonesia, pendidikan kewarganegaraan telah diselenggarakan dimulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Setelah mengikuti pendidikan tersebut, harapannya peserta didik mampu melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap warga negara dan apa yang menjadi hak setiap warga negara. DAFTAR PUSTAKA Anis, Ibrahim. al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972. Budimansyah, Dasim. “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 162 Tanah Air di Sekolah”. Makalah dalam Seminar Bersama UPI-UPSI dengan tema “Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik Smart and Good Citizen Pengalaman Indonesia dan Malaysia”, UPSI Malaysia, 14 April 2010. Halimah, Lili. “Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruhnya Terhadap Nasionalisme Siswa Penilitian Cross-Sectional Survey Pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2014. Kerr, David. “Citizenship Education In The Curriculum An International Review”. Dalam The School Field, Volume X No 3-4, London, National Foundation for Educational Research-NFER. Masrukhi. “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembangun Karakter Penelitian pada Beberapa Sekolah Dasar di Semarang”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 2008. Morais, dan Ogden. “Initial Development and Validation of the Global Citizenship Scale”. Dalam Journal of Studies in International Education No. 15, 2011. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008. Murdiono, Mukhamad. “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda”. Dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, No. 3 Edisi Oktober, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014. Nafis, Muhammad Muntahibun Nafis. Ilmu Pendidikan Islam, Yoyakarta Teras, 2011. Al-Razi, Fakhru. Tafsr Fakhru al-Râzi, Teheran Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, Soemantri, Numan. Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976. Sunarso. “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009. Sunarso. “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011. Winarno. “Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan Standar Isi dan Pembelajarannya”. Jurnal Civics Volume 3 No. 1 Juni 2006. Winarno. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014. Winataputra, Udin S. “Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi”. Disertasi. Pascasarjana UPI, 2001. Winataputra, Udin S. “Dinamika Aktual Tentang Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Kurikulum 2013”. Makalah dalam Seminar Nasional PKn-AP3KnI, 2014. ... PKn menjadi kajian yang luas tidak terbatas sebagai pembelajaran di sekolah saja, tetapi juga dalam masyarakat umum, baik sebagai pendidikan demokrasi bagi masyarakat, maupun menjadi kajian dalam menganalisis dan merefleksikan dinamika, fenomena, realitas yang terjadi dimasyarakat. Cogan Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019 menjelaskan terdapat perbedaan makna antara civic education dan citizenship education, khususnya pada ruang lingkup kajiannya, civic education merupakan PKn dalam arti sempit atau PKn dalam bentuk pendidikan formal sekolah, sedangkan citizenship education adalah PKn dalam arti yang luas, sebagai bentuk pendidikan non formal pendidikan bagi masyarakat Geboers, Geijsel, Admiraal, & Ten Dam, 2013. ...Bambang YuniartoMarwah Lama’atushabakhMaryanto MaryantoAmar HabibiLatar Belakang Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan diamanatkan oleh konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja negara. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar. Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak. Tujuan untuk mengamati pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Metode Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka. Studi kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang diangkat. Hasil Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan kampus merdeka, sesungguhnya lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih, agar mahasiswa menguasai disiplin ilmu yang beragam. Tujuan pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini, perlu mengakomodir terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat kritis peserta didik. Kesimpulan Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral, kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam berkebudayaan.... Kata civics civic+s diterjemahkan sebagai ilmu kewarganegaraan. Hu menunjukkan sebuah ilmu, sama seperti economics atau politics Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019. PPKn sering juga disebut PKn atau pendidikan civic, yang membahas tentang kewarganegaraan, moral, norma, hukum, budi pekerti dan lain-lain Fauzi, Arianto, & Solihatin, 2013. ...This research discusses the importance of civics education in the digital era to support character strengthening for society. The method used in this study is to use the literature review method, namely by collecting, analyzing, and reading from various reference sources. References come from books and journals. Journal source search using electronic media. The subject of this research is more focused on the community. The results of the study showed that the influence of digital development as a result of the industrial revolution had a very significant impact on society. To support the increasingly vigorous development of technology in society, it is necessary to strengthen character through citizenship education. The important role of civics education is currently being focused on considering that there are many outstanding cases due to a decline in morale among the people. Strengthening character education in the digitalization era is very important for the community to foster a much better moral attitude and not be easily carried away by the negative currents of the digitalization era. Due to the influence of technological developments in the current era, it has had a significant impact on everyday life. And if it is not balanced with strengthening the character of each individual, they will be carried away by the free flow of digitalization without ini membahas tentang pentingnya pendidikan kewarganegaraan di era digital untuk mendukung penguatan karakter bagi masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode literatur review yaitu dengan mengumpulkan, menganalisis, membaca sumber referensi. Referensi bersumber dari buku, dan jurnal. Pencarian sumber jurnal menggunakan media elektronik. Subjek penelitian ini adalah lebih difokuskan kepada masyarakat. Hasil penelitian diperoleh bahwa pengaruh perkembangan digital akibat dari revolusi industri sangat signifikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Untuk mendukung perkembangan teknologi yang semakin gencar di masyarakat maka diperlukan adanya penguatan karakter melalui pendidikan kewarganegaraan. Peran penting pendidikan kewarganegaraan menjadi hal yang difokuskan saat ini mengingat banyak kasus yang beredar akibat penurunan moral di kalangan masyarakat. Penguatan pendidikan karakter di era digitalisasi sangat penting bagi masyarakat untuk menumbuhkan sikap moral yang jauh lebih baik dan tidak mudah terbawa arus negatif era digitalisasi. Dikarenakan pengaruh dari perkembangan teknologi di era sekarang ini telah banyak memberikan dampak signifikan bagi kehidupan sehari-hari. Apabila tidak di imbangi dengan adanya penguatan karakter pada diri masing- masing individu akan terbawa arus digitalisasi yang bebas tanpa batas.... PKn menjadi kajian yang luas tidak terbatas sebagai pembelajaran di sekolah saja, tetapi juga dalam masyarakat umum, baik sebagai pendidikan demokrasi bagi masyarakat, maupun menjadi kajian dalam menganalisis dan merefleksikan dinamika, fenomena, realitas yang terjadi dimasyarakat. Cogan Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019 menjelaskan terdapat perbedaan makna antara civic education dan citizenship education, khususnya pada ruang lingkup kajiannya, civic education merupakan PKn dalam arti sempit atau PKn dalam bentuk pendidikan formal sekolah, sedangkan citizenship education adalah PKn dalam arti yang luas, sebagai bentuk pendidikan non formal pendidikan bagi masyarakat Geboers, Geijsel, Admiraal, & Ten Dam, 2013. ...Bambang YuniartoMarwah Lama’atushabakhMaryanto MaryantoAmar HabibiLatar Belakang Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan diamanatkan oleh konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja negara. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar. Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak. Tujuan untuk mengamati pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Metode Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka. Studi kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang diangkat. Hasil Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan kampus merdeka, sesungguhnya lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih, agar mahasiswa menguasai disiplin ilmu yang beragam. Tujuan pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini, perlu mengakomodir terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat kritis peserta didik. Kesimpulan Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral, kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam has not been able to resolve any references for this publication.
Olehkarena itu nasi putih bisa meningkatkan kadar gula dalam darah dengan ukuran yang nyaris sama dengan makan gula murni! Nasi putih (ist) Baca juga: Khasiat Sambiloto : Dari Obati Borok, Peradangan, Diabetes Hingga Sebagai Pembersih Darah. Harvard Medical School mencatat adanya perbedaan besar kandungan nutrisi antara beras merah
Perbedaan civic education dengan citizenship education. 4, mengemukakan bahwa citizenship education or civics education di definisikan sebagai berikut Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . Nation character is needed for. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Kutipan Quote dari Mantan Presiden Indonesia Ke-6 Bapak from Effective civic education for democratic citizenship. Cakupan yang luas ini maka citizenship education meliputi di dalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus civic education. Pengertian civics, civic education dan citizenship education. Analisa perbedaan civic education dan citizenship education. Civic education adalah mata pelajaran bagi siswa sekolah yang membicarakan . Perbedaan civic education dengan citizenship education. Nation character is needed for. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Civic education adalah mata pelajaran bagi siswa sekolah yang membicarakan . Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Gross and zeleny menyatakan bahwa pengertian civics lebih menekankan pada teori dan praktik pemerintah demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih . Analisa perbedaan civic education dan citizenship education. Civic education adalah mata pelajaran bagi siswa sekolah yang membicarakan . Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Citizenship education adalah pengertian pendidikan kewarganegaraan yang generic. 4, mengemukakan bahwa citizenship education or civics education di definisikan sebagai berikut Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . To the process of democracy in indonesia, civic education. Nation character is needed for. Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . Effective civic education for democratic citizenship. Gross and zeleny menyatakan bahwa pengertian civics lebih menekankan pada teori dan praktik pemerintah demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih . Pengertian civics, civic education dan citizenship education. Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Effective civic education for democratic citizenship. PPT - PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PowerPoint Presentation from Gross and zeleny menyatakan bahwa pengertian civics lebih menekankan pada teori dan praktik pemerintah demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih . Analisa perbedaan civic education dan citizenship education. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 To the process of democracy in indonesia, civic education. Civics education is needed to create good citizens whose have nation character. Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. 4, mengemukakan bahwa citizenship education or civics education di definisikan sebagai berikut Civic education adalah mata pelajaran bagi siswa sekolah yang membicarakan . Analisa perbedaan civic education dan citizenship education. Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . Cakupan yang luas ini maka citizenship education meliputi di dalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus civic education. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Perbedaan civic education dengan citizenship education. Pengertian civics, civic education dan citizenship education. Citizenship education adalah pengertian pendidikan kewarganegaraan yang generic. Nation character is needed for. Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Civics education is needed to create good citizens whose have nation character. Citizenship education adalah pengertian pendidikan kewarganegaraan yang generic. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Nation character is needed for. PPT - PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PowerPoint Presentation from Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . Effective civic education for democratic citizenship. Civics education is needed to create good citizens whose have nation character. Materi pendidikan kewargaan civic education terdiri dari tiga materi . Cakupan yang luas ini maka citizenship education meliputi di dalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus civic education. Nation character is needed for. Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Effective civic education for democratic citizenship. Nation character is needed for. Cakupan yang luas ini maka citizenship education meliputi di dalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus civic education. Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 To the process of democracy in indonesia, civic education. Citizenship education adalah pengertian pendidikan kewarganegaraan yang generic. Perbedaan civic education dengan citizenship education. Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . Gross and zeleny menyatakan bahwa pengertian civics lebih menekankan pada teori dan praktik pemerintah demokrasi sedangkan dalam arti luas lebih . Civic education adalah mata pelajaran bagi siswa sekolah yang membicarakan . Pengertian civics, civic education dan citizenship education. 4, mengemukakan bahwa citizenship education or civics education di definisikan sebagai berikut Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Perbedaan Civic Education Dan Citizenship Education / CARA MEMBUAT CV DALAM BAHASA INGGRIS DENGAN BAIK DAN BENAR - Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan .. Civics education is needed to create good citizens whose have nation character. Menurut kerr winataputra dan budimansyah, 2007 Civic education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan . Karena hakikat ppkn merupakan civic education atau citizenship education pendidikan kewarganegaraan versi indonesia. Sebagai akademisi pkn kita harus memahami dulu makna dari . SosokPendidikan Kewarganegaraan (Civic atau Citizenship Education) yang demikian memang sering muncul di sejumlah negara, khususnya negara-negara berkembang termasuk Indonesia seperti yang

1. IntroductionIn 1999, the International Association for the Evaluation of Educational Achievement IEA conducted the second international assessment of civic education “responding to the expressed need of many countries for empirical data as they began to rethink their civic education programs in the early 1990s transitions” [1]. This IEA Civic Education Study involved 28 countries and 90,000 students. A decade later, the IEA conducted the third international assessment of civic education, this time involving 38 countries and 120,000 students [2]. The rationale of this study was not the transitions that had characterized the post-cold War world in the 1990s but rather the uncertainties and calamites that followed the destruction of the World Trade Centre in New York on 11 September 2001 and the related terrorist activities in places such as Bali, London and Madrid that followed in quick succession after 2001. Thus the last decade of the twentieth century and the first decade of the twenty first century witnessed global events that placed a spotlight on civic and citizenship education and its role in a changing world. It is important to understand these changing contexts. One pervasive change that has been identified is related to global economic integration and in particular the growth and influence of technology in the global economy. Often referred to as “globalization”, this increasing integration has highlighted the interdependence of the world economy and the extent to which technology has enhanced this interdependence. For example, individuals across the globe continue to be located in a common geographic space such as China or Germany or the United States of America. Yet increasingly what happens in one society influences what happens in another. The manufacture of clothes in China impacts on prices and work opportunities for citizens in the United States, the financial crisis of 2008 could not be contained in a single geographic space and prices for drugs determined in Western nations impact on access to these drugs by people in developing countries. Yet globalization is not only economic in nature. Local cultures can also be challenged by technology enhanced processes that lead to more globalized music, fashion and food. These in turn may have economic impacts on local societies. As Mok [3] has pointed out “no matter how we assess the impact of globalization, it is undeniable that contemporary societies are not entirely immune from the prominent global forces”.While the forces of globalization have been unmistakable across the international landscape, there have also been forces that have highlighted the continuing and significant role of individual nations. Kennedy [4] pointed to three broad elements that account for the continuing strength of nation states—the existence of states with strong governance structures, the increasing emphasis on national security in the light of 9/11 and the responses to the 2008 financial crisis that witnessed considerable intervention on the part of national governments. He has referred to these phenomena as a kind of “neo-statism” signaling the ongoing role of nation states even in an increasingly globalized world. As Keating [5] commented, “the nation-state model continues to have a grip on the intellectual imagination and its normative elements survive in much writing about politics”. The reason for this is not so much a romantic attachment to the nation state. Rather, it is because the everyday lives of citizens continue to be influenced by the decisions of national government whether they are concerned with new financial regulations, new state security arrangements or the variety of laws that cover such areas as transport, housing and education. Kennedy [4] has also pointed to the influence of non-state actors on the international landscape and the need for civic and citizenship education to take account of these. Such actors have been responsible for the ongoing terrorism that has characterized much of the 21st century. The most well known is perhaps Al Qaeda but there are many more smaller groups and sometimes individuals who take it on themselves to threaten citizens directly through the destruction of buildings, and other public infrastructure. While such non state actors have come to characterize the current century they have their origins in much earlier times whenever individuals took action against governments and their follow citizens. Kennedy [4] has commented on the need to make such groups the focus of citizenship education “since understanding such individuals and groups, knowing how to respond to them and knowing how to respond to state actions against them should be part and parcel of any citizenship education program. Citizens must be equipped to handle complex ideas and ideologies if they are to contribute to their societies in a constructive way—traditional approaches to citizenship education may not always achieve this end”.The kind of changes referred to above may be described in different ways—they may be characterized as economic, social or political or a combination of all of these. Yet what they achieve together are changes to the conditions of citizenship. In these new contexts, citizenship is no longer stable, no longer able to rely on a single national space or remain sheltered from decisions made thousands of kilometers away. A key issued raised by these phenomena is how to prepare citizens to negotiate and respond to these new contexts. What is the role of civic and citizenship education as both a component of the school curriculum and a social construct designed to serve the needs of changing nation states? The purpose of this paper is to review the status of civic and citizenship education across different regions and within specific national jurisdictions in order to see what changes, if any, have taken place over the past two decades in response to changes in the macro environment. It will do so by drawing on both theoretical and empirical analyses to address the following issuesHow do theoretical isssues construct civic education?How is content in civic education regarded across nations?How do education systems make provision for civic education?How is civic learning best facilitated and what are the implications for the school curriculum? 2. Theoretical Issues and Civic EducationThere are many different ways in which to examine the theoretical issues influencing civic education. In this section, it will be shown how civic and citizenship education and broader conceptions of citizenship can be related. It will also be shown how conceptions of civic and citizenship education itself often serve to construct the school subject in a particular way. Both ways of looking at civic and citizenship education have implications for it as a discipline of and citizenship education can be a policy initiated by a government, a program run in a school, a lesson taught by a teacher or an activity experienced by a student. The common element across these different ways of thinking about civic education is the focus on a special aspect of the school curriculum—the aspect that is specifically concerned with the education of young people to become citizens of the future. Torney-Purta et al. [1] made the point “that civic education content is often less codified and less formalized compared to other subjects” and this was “related to the uncertainty in conceptualizing civic education knowledge due to the amalgamated disciplinary base of the subject and teachers’ varied subject matter backgrounds”. As a part of the school curriculum, therefore, civic education is unlike traditional subjects such as Mathematics, Language or History. That is, it is not so much about mastering a specific body of knowledge or skills—although civic and citizenship education can be knowledge or skills oriented. Rather, it is primarily about understanding the political processes that regulate the daily lives of individuals in any society. This is a key point to understand when considering civic and citizenship education because, as shown above, it is these very processes that have been transformed over the past two decades. Table 1 summarizes the complex debates that highlight the transformations that have taken place in recent times. The transformations challenge the traditional argument that citizenship is primarily a legal status conferred by one country on the people who live within its borders. This argument is historically located. The history of Europe and North America from the late eighteenth century up to and including the early twentieth century very much focused on the development of individual nations that provided special privileges for their citizens—for example, the right to vote in elections, the right to stand for election, the right to receive economic and social benefits from the government. Citizens are still privileged within the borders of their nations and their rights are guaranteed within these geographic spaces. Yet they must now look beyond borders because the daily lives of citizens can be as much influenced by forces outside those borders as from within. Table 1. Changing and conflicting conceptions of citizenship. Table 1. Changing and conflicting conceptions of citizenship. Key ideas on citizenshipAuthorIndividual nations have been the building blocks on which notions of citizenship have been built. Individuals within nations are seen to share common bonds that bring them together to create a distinctive groupSee [6,7] on this point The increased economic interaction of nations in the late twentieth century has meant that there is greater interdependence among nations. This interdependence is sometimes referred to as “globalization”. Since citizens now depend not only on their own nation but others as well, ideas have developed that citizenship itself should be broader than a single nationOhmae[8] has written about “the end of the nation state” Reid, Gill & Sears [9] have examined the impact of globalization on civic educationAltman [10] has written about the apparently diminishing impact of globalization’ in the light of the renewed strength of nation states following the 2008 financial crisisTo try and provide a different perspective on citizenship there has been discussion, some people have talked about “global citizenship” or “cosmopolitanism”. The idea has been to suggest a broader understanding of citizenship linked to international rather than national frameworks of involvement and engagement[11,12] The best example of looking beyond borders can be seen in the European Union that has since its beginning promoted the idea of European citizenship. To be a citizen of Europe one must first be a citizen of a member nation. Thus within the European Union, individuals have “two citizenships” the traditional national citizenship and European citizenship. This is an important point because it means that one citizenship does not cancel out the other but rather one citizenship complements the other. European citizenship also confers additional rights, for example the right to travel across borders of member countries and the right to vote in European elections. The link between citizenship and rights is therefore maintained in this dual citizenship context. The European Union example supports the idea that in these new times, citizenship is a more complex issue that it has been in the past and there should be new ways of thinking about it to meet new developments and issues. If the idea of citizenship is changing, it follows that ideas about civic and citizenship education should also be changing. Yet such changes are by no means simple. Civic and citizenship education has been embedded in traditional theoretical frameworks that assume it is linked to the needs of individual nations. This is made more complex because there is no single overarching theory—but multiple theories. Civic republicanism, for example, assumes “that individuals come together around common purposes, common values and a common good. The responsibility of citizenship, therefore, is to contribute actively to the “common-wealth” and to recognize at times that individual interests might need to be subjugated to a higher common good” [13]. In opposition to this view is a more full blown liberalism that leads to “a citizenship premised on individual rights giving priority to the interests of individuals rather than the interests of larger groups to which individuals belong. Freedom in all spheres of activity is the catch cry of liberal citizenshi [14]. There are different versions of this liberal conception of citizenship. Howard and Patten [15], for example, refer to neo-liberal discourses that influence civic education pointing to dissolution of restrictions within society that prevent individuals from making their own way in the social and economic spheres of activity. The neo-liberal citizen is a self regulating individual without the need for any government support at all and on whom there are no restrictions. Then there is Rawl’s [16] version of political liberalism that argues for restrictions on the role of the state on what should and should not be taught as part of civic education in a pluralistic society. In Rawl’s view there should be no single ideology guiding civic education apart from shared political values necessary for the maintenance of a democratic society. This is the only way to protect religious pluralism that for Rawls lies outside the political realm. While these theoretical frameworks contain major differences that are philosophical and ideological in nature, they share one thing in common. They have been applied to civic and citizenship education on the assumption that it is embedded within individual nations. This reflects the historic nation building role of civic and citizenship education but it does not take into account the changing nature of citizenship in a post-modern world. New formulations based on global conceptions of citizenship are making their presence felt [9,17,18] and these provide alternative narratives for citizenship. But the older theoretical frameworks continue to hold sway. Howard and Patten [15], for example, identified neo-liberal influences on recent civic education curriculum in Australia. Lockyer [19] identified strands of both liberalism and civic republicanism in the United Kingdom’s Citizenship curriculum. The focus on human rights in the civic and citizenship education curriculum of many countries is a reflection of commitments to classical liberalism and individual freedom. While there are many international policy instruments that seek to safeguard these rights, the best protections and indeed the worst abuses come from within the borders of nation states. The older theoretical frames have not disappeared. In their different ways they continue to exert a nation building influence alongside the newer narratives that provide a broader framework in which to locate citizens’ needs and interests. A good example of how the old and the new sit side by side can be seen in the Asia Pacific region. Kennedy [13] showed that while liberalizing tendencies had powerfully affected economic growth and development in many Asian countries and that this in turn had led to widespread curriculum reform, that the same liberal tendencies had not been applied to the civic education curriculum. As Kennedy [13] pointed out “there is not a single case represented where the nation state has eased its grip on citizenship education as a major means of inducting young citizens into the culture and values of the nation state itself. This is as true for the United States as it is for the People’s Republic of China, for Australia as it is for Malaysia, for New Zealand as it is for Pakistan”. There can thus be both recognition of the powerful influence of globalizing forces and a deliberate intention to resist such forces in key aspects of a nation’s life. Steiner-Khamsi & Stolpe [20] have demonstrated this same process with particular reference to economic and social development in Mongolia. Here there has been both incorporation of global influences and considerable local agency to resist those influences where local values were seen to be of greater priority. This dual approach to globalization suggests that national and global narratives relating to citizenship will continue to exist side by side rather than one being replaced by the other. It should not, therefore, be assumed that globalization and global citizenship go hand in hand. Indeed the Asian cases demonstrate the opposite—the stronger the processes of globalization the more resistant nation states may be in protecting their future final theoretical issue concerned with civic education relevant to the current theme is the tendency to regard the so called “content” of civic education as more process than specific subject matter. Table 2 shows how different approaches to the assessment of civic education highlight process over content. It is not that civic knowledge is absent altogether from these examples see the Australian example but on balance, there is more emphasis on processes than content. This may reflect the fact that in three of the four cases, the assessments apply across countries so the selection of specific content would be very difficult, especially in the international assessments that can apply to over thirty countries. Yet even in the Australian example that does have a specific knowledge domain, the way in which the specific assessment domains are described make it clear that the knowledge being referred to here is almost exclusively national political knowledge. This point is highlighted in Table 3 that compares the key performance measures for Australian students in Year 6 and Year 10. The main point to note about these measures is that they are almost exclusively focused on the national political system and national political institutions. There is one exception, and that is the reference to “analyzing Australia’s role as a nation in the global community”. This may not necessarily be a reference to the impact of globalization or to the changing nature of citizenship in a global context. Rather, it is more likely to focus on the development of Australia in various regional and international contexts as a member of the Asia Pacific Education Community and the United Nations. This simply reinforces the point that civic knowledge in these global times is more likely to be constructed as local or at best national. The example used here is from Australia, but it is likely to reflect priorities elsewhere as well. It is national rather than global priorities that continue to dominate civic education. At times, as shown in Table 2, the focus may not even be on knowledge at all, but on processes of participation and engagement. Table 2. Process approaches to content in civic education. Table 2. Process approaches to content in civic education. Jurisdiction/PurposeDomainsAustralia National Assessment Program—Civics and Citizenship Education Year 6 Assessment 2004 [21]Civics Knowledge and Understanding of Civic Institutions and ProcessesCitizenship Dispositions &Skills for ParticipationEuropean Union survey of citizenship education [22]Political LiteracyAttitudes/ValuesActive ParticipationSecond IEA Civic Education Study [1]Democracy/CitizenshipInternational RelationsSocial Cohesion/DiversityInternational Civic and Citizenship Study [2]Civic Society & SystemsCivic PrinciplesCivic ParticipationCivic Identities Table 3. Key performance measures in the civic knowledge domain the Australian example [21]. Table 3. Key performance measures in the civic knowledge domain the Australian example [21]. Civic Knowledge and Understanding of Civic InstitutionsYear 6Year Recognize key features of Australian Recognise that perspectives on Australian democratic ideas and civic institutions vary and change over Describe the development of Australian self-government and Understand the ways in which the Australian Constitution impacts on the lives of Australian Outline the roles of political and civic institutions in Understand the role of law-making and governance in Australia’s democratic Understand the purposes and processes of creating and changing rules and Understand the rights and responsibilities of citizens in a range of Identify the rights and responsibilities of citizens in Australia’s Analyse how Australia’s ethnic and cultural diversity contribute to Australian democracy, identity and social Recognise that Australia is a pluralist society with citizens of diverse ethnic origins and cultural Analyse Australia’s role as a nation in the global community What can be concluded from this exploration of theoretical issues influencing civic education? First, it has to be recognized that civic and citizenship education has been developed as a strategy used across nations to support the values, structures and priorities of individual nations. Many of the theoretical frameworks referred to above take this as a given in their analyses of citizenship and the various forms it might take within the nation state. Yet citizenship within nation states is no longer something that can be treated in isolation from the broader global environment. Second, there are multiple forces within this environment that often seem to be pulling in different directions. Globalization has tended to locate influence and power outside of nation states but more recent concerns for national security and global financial stability have increased the influence of national governments. Third, traditionally there has been a focus in civic and citizenship education on processes civic engagement and participation and any focus on civic knowledge has been on national political knowledge structures rather than on knowledge that would help students understand global processes, structures and systems. In the remainder of this paper it will be important to keep these points in mind because they relate to key issues that will be discussed and they will be reviewed again towards the end of the paper. 3. The Content of Civic Education—A Cross National PerspectiveGiven the different theoretical frameworks in which civic and citizenship education might be developed, it is important to examine the curriculum itself to see how different countries prioritize specific content for civic education. It is possible to gain an overview of civic education content because of the recently completed International Civics and Citizenship Study [2] that asked the 38 participating countries to provide data on the priorities for civic education. The responses have been summarized in Figure 1. Figure 1. Curriculum emphases for civic education identified by education systems participating in the international civic and citizenship study countries [2]. Figure 1. Curriculum emphases for civic education identified by education systems participating in the international civic and citizenship study countries [2]. The first point to note is that while there is some similarities in terms of emphases, there is no common core of civic knowledge that can be identified across participating education systems. There is only one topic that 80% of countries identified as a major emphasis, “Legal Systems and Courts”. “Understanding Different Cultures and Ethnic Groups” was a major emphasis in over 70% of countries. These were followed by “Human Rights” the “Environment” and “Parliament and Government Systems” After these topics there is much less agreement on what represents major emphases across the thirty eight countries. Perhaps more importantly, however, topics that might reflect a more international or global perspective—“The Global Community and International Organizations” and “Regional Institutions and Organizations”—are seen as major emphases in civic education for less than 30% of the participating countries. The same topics do not feature at all in and 21% of countries respectively. Other topics such as “Human Rights” and the “Environment” may well have global dimensions, but the other topics where there is a major emphasis appear to be more related to local civic organizations or issues. Based on this analysis, therefore, it seems that local rather than global perspectives continue to dominate the civic education curriculum suggesting that the preparation of future citizens continues to be focused on national citizenship. This analysis supports the trend shown in Table 3 referring specifically to the case of Australia where the focus of the civic component of the national civic assessment was also on national and local political systems. Another perspective on the importance of national priorities in civic and citizenship education can be seen from countries’ endorsement of the importance of developing a sense of national identity and allegiance. 47% of countries indicated that this was a major emphasis in terms of civic processes emphasized in civic education, 42% of countries indicated there was some emphasis on it and 11% of countries indicated there was no emphasis on it [2]. This is not to say that there are not other persepctivres included in national curriculum or that if the question had been asked about global persepctives that it may not have received a positive response. For example, in the United Kingdom’s Citizenship curriculum for students to be assessed at Level 6 and above, they must be able to “show understanding of interdependence, describing interconnections between people and their actions in the UK, Europe and the wider world” [23]. Yet national perspectives remain dominant in civic education even where there may be a recognition that students should look beyond the borders of their respective it is also possible to examine the way teachers participating in the ICCS viewed the importance of civic content. Table 4 shows content areas and teachers’ responses to them. Table 4. Teachers’ perceptions of important aims for civic education. Table 4. Teachers’ perceptions of important aims for civic education. Aims for civic educationPercentages of teachers considering these aims for civic education importantn = 30 countriesInternational Average %Range %Promoting knowledge of social, political and civic institutions3316–57Promoting respect for and safeguard of the environment4122–61Promoting the capacity to defend one’s own point of view204–8Developing students’ skills and competencies in conflict resolution4121–73Promoting knowledge of citizens’ rights and responsibilities6037–73Promoting students’ participation in the local community162–40Promoting students’ critical and independent thinking5219–84Promoting students’ participation in school life199–5Supporting the development of effective strategies for the fight against racism and xenophobia101–31Preparing students for future political participation71–19 From the perspective of teachers in 30 countries, the top four aims of civic education are “Promoting knowledge of citizens” rights and responsibilities 60%, “Promoting students’ critical and independent thinking” 52% and “Promoting respect for and safeguard of the environment”/“Developing students skills and competencies in conflict resolution” 41% each. Given that these were forced category choices, teachers did not get the opportunity to express their views about global citizenship or global issues. Nevertheless, the focus of these top four aims clearly show that civic and citizenship education in these different national contexts emphasise the social and the personal aspects of the subject. It seems that for teachers, equipping individual students with skills that will help them negotiate a complex and uncertain world, is a priority. It is of interest to note that “Promoting knowledge of social, political and civic institutions” rates relatively poorly 33% of teachers on average regard it is important in at least one country the figure is as low as 16% of teachers. Lower still is any focus on “Preparing students for future political participation” with an international average of only 7% of teachers seeing it as important. This suggests that the political roles of citizens are not regarded as important by teachers, particularly when compared to the personal and social roles that students can play as future citizens. Finally, it can be seen that processes rather than specific content dominate civic education. Yet how are these aims realized in the actual curriculum? This issue will be addressed in the following section. 4. Curriculum Structures for Civic EducationThe organization of the school curriculum highlights and what is considered valued knowledge for young people. It would be likely across countries to find that Mathematics, Science and mother tongue Language will be separate subjects with specific time allocations. In addition, perhaps History and Geography or some integrated version such as Social Studies will also find a similar place. Then there may also be room for Physical Education, Art, Music and Health Education. Where does Civic Education fit alongside these formal subjects in the school curriculum?Kennedy [14] proposed a framework for considering the curriculum status of civic education. It highlighted four possible modes of delivery as a single subject, taught through other subjects such as History and Geography, integrated across all subjects or as an extra curricular activity. In a subsequent study, Fairbrother and Kennedy [24] showed students who experienced Civic Education as a separate subject did produce higher scores on civic learning outcome measures and the differences were statistically significantly different from those of students who experienced Civic Education in other modes. Yet the mode of curriculum delivery did not account for a significant proportion of the variance in students’ learning outcomes. Other factors need to be identified that impact on the recent ICCS [2] Table 2 the curriculum delivery modes themselves were re-categorized and expanded from Kennedy’s [14] four to eight Specific subject compulsory or optional;Integrated into several subjects;Cross curricular;Assemblies and special events;Extra- curricular activities;Classroom experience/ethos; interesting point to note about participating countries’ responses to these curriculum delivery categories is that apart from compulsory/optional choice they were not seen to be mutually exclusive. Thus all countries indicating Civic Education was a compulsory single subject representing 45% of the total number of countries also indicated other curriculum delivery modes were used as well. For example, Chinese Taipei selected “compulsory specific subject”, “cross curricular”, “assemblies and special events”, “extra-curricular activities” and “classroom experiences/ethos” whereas Estonia selected “compulsory specific subject”, “integrated into several subjects” and “cross curricula”. There is, therefore, not a single curriculum delivery mode for civic education but multiple modes. This is also true where Civic Education is not a single subject see, for example, Hong Kong, Finland and Denmark [2] Table 2. A key point that arises from this phenomenon is to consider what it means for Civic Education as a observation to make on this issue is that the new curriclum delivery categories addded by the ICCS were towards the informal civic learning end of the curriculum. This suggests that while there may be formal curriuclum content to be covered for example 45% of countries indicated Civic Education was a “compulsory specific subject” and 81% indicated it was “integrated into several subjects” there were also aspects of Civic Ecuation that fell outside of these subject boundaries into more informal activities for example assemblies, extra curricular activities and classroom ethos. This makes Civic Education somewhat exceptional since its boundaries are so flexible. It also raises the important question of civic learning and how this can best be facilitated for curriuclum exepriences that extend beyond the formal curriuclum. . This issue will be taken up in the following section. 5. Facilitating Civic Learning and the Implications for the School CurriculumResearchers on civic learning—including those responsible for the ICCS—have tended to focus on those structural variables that influence student learning—socioeconomic status, gender, immigrant status, etc. These are always telling and are important control variables, but the issue of interest to teachers is what can be done to promote civic learning both within classrooms and beyond them into schools and the community. The responses in the research literature tend to suggest that there are instructional strategies and school activities that do support student’s civic learning. An “open classroom climate” within classrooms and the use of School Parliaments involving students are two processes that have been found to be positively related to students’ civic learning [1]. These are things that teachers and schools can well manage and go beyond the structural and demographic characteristics of students. There are other strategies that were identified in the context of the IEA Civic education study [1]. Turney-Purta and Barber, [25] reported that reading newspapers is a moderate predictor of students’ likelihood to vote βs across their European sample were ≥ 10, ≤ 21. Torney-Purta et al [1], reported that the frequency of watching TV and news amongst the international sample was also a moderate predictor of students’ likelihood to vote in the future β = 13. These could be activities that take place out of school. Yet given that there are differential levels of trust in the media across countries they could equally well take place within school if they were developed as instructional and learning activities. Husfeldt, Barber and Torney-Purta [26] developed a new Trust in Media Scale but have also raised the question of whether students are able to apply critical skills to the task. Amadeo, Torney-Purta and Barber [27] have shown the positive relationship between media consumption and both students’ civic knowledge and their attitude to future civic engagement. Torney-Purta and Barber [25] have pointed out “school-based programs that introduce students to newspapers and foster skills in interpreting political information may be of value”. This may be a particularly important thing to do for students whose home environments do not provide them with these informal learning opportunities. These are more examples of how schools and teachers can make a difference to civic consideration of civic learning raises an important question about the nature of civic and citizenship education as a “discipline”. It is concerned with both “content” and “pedagogy”, and it is not enough to consider either in isolation. The influential report, The Civic Mission of Schools [28,29] made this point very strongly. The report argued that while civic knowledge is an essential part of any civic education, it cannot be delivered in such a way as to alienate students or lead them to become disengaged from learning. The kind of teaching and learning strategies referred to above are as much a part of the discipline as the specific knowledge itself. Pedagogy and content must be integrated for civic education what needs to be learnt should be constructed in a learning environment that is at once relevant, meaningful and engaging to students. Because civic education, in liberal democracies at least, is about supporting democratic structures and systems, then teaching strategies need also to be democratic otherwise there will be a conflict between the content and the pedagogy. This is an important issue for the development of civic and citizenship education in the future. 6. ConclusionsThe many changes in the external environment have focused attention on civic and citizenship education over the past two decades. Many countries have responded to these changes by reinforcing the civic and citizenship education curriculum but there has been no standard approach internationally. Diversity rather than uniformity is the main characteristic of the civic curriculum. In terms of aims, teaching strategies and delivery mechanisms, there is considerable variability across countries. Successive international assessment studies have not isolated the variables that can account for successful civic learning. Rather, a combination of structural characteristics for example, socioeconomic status, gender and immigrant status combined with student focused instructional strategies and democratic decision making processes seem to be the most likely explanations for different levels of civic learning. Yet much remains to be done to identify other variables that impact on student learning in civic education. In terms of specific content for civic education, it seems that at the present time, despite the significant changes to the external environment, the focus is on national political structures and systems. While more detailed examination of specific curricula is needed to confirm this finding, it does seem that in a number of jurisdictions at least the emphasis is on the social and personal aspects of civic education rather than on the political or global aspects. This is despite the changes that were documented at the beginning of this paper. Global citizenship, while the vision of some academics and community supporters, remains at some distance from national curricula where, to use Keating’s [5] terms, “the nation-state model continues to have a grip on the intellectual imagination” ReferencesTorney-Purta, J.; Lehmann, R.; Oswald, H.; Schulz, W. Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen; IEA Amsterdam, The Netherlands, 2001. [Google Scholar]Schulz, W.; Ainley, J.; Fraillon, J.; Kerr, D.; Losito, B. Initial Findings from the IEA International Civic and Citizenship Education Study; IEA Amsterdam, The Netherlands, 2010. [Google Scholar]Mok, Education Reform and Education Policy in East Asia; Routledge London, UK, 2006. [Google Scholar]Kennedy, K. Neo-statism and post-globalization as contexts for new times. In Globalisation, the Nation-State and the Citizen Dilemmas and Directions for Civics and Citizenship Education; Reid, A., Gill, J., Sears, A., Eds.; Routledge London, UK, 2010; pp. 223–229. [Google Scholar]Keating, M. Rescaling Europe. Perspect. Eur. Polit. Soc. 2009, 10, 1570–1585. [Google Scholar]Green, A. Education and state formation in Europe and Asia. In Citizenship Education and the Modern State; Kennedy, K., Ed.; Falmer London, UK, 1997; pp. 9–27. [Google Scholar]Davies, C. Concentric, overlapping and competing loyalties and identities. In Nationalism in Education; Schleicher, K., Ed.; Peter Lang Frankfort, Germany, 1993. [Google Scholar]Ohmae, K. The End of the Nation State; Harper Collins Publisher London, UK, 1995. [Google Scholar]Reid, A.; Gill, J.; Sears, A. Globalisation, the Nation-State and the Citizen Dilemmas and Directions for Civics and Citizenship Education; Routledge New York, NY, USA, 2010. [Google Scholar]Altman, R. Globalization in retreat—Further geopolitical consequences of the financial crisis. Foreign Aff. 2009, 88, 2–7. [Google Scholar]Marshall, H. Educating the European citizen in the global age Engaging with the post-national and identifying a research agenda. J. Curric. Stud. 2009, 41, 247–262. [Google Scholar] [CrossRef][Green Version]Van den Anker, C. Transnationalism and cosmopolitanism Towards global citizenship? J. Int. Polit. Theory 2010, 6, 73–94. [Google Scholar] [CrossRef]Kennedy, K. Globalized economies liberalized curriculum reform and national citizenship education New challenges for national citizenship education. In Citizenship Curriculum in Asia and the Pacific; Grossman, Lee, Kennedy, K., Eds.; Comparative Education Research Centre Hong Kong, China, 2008; pp. 13–28. [Google Scholar]Kennedy, The citizenship curriculum Ideology, content and organization. In The SAGE Handbook Of Education for Citizenship And Democracy; SAGE Los Angeles, CA, USA, 2008; pp. 483–491. [Google Scholar]Howard, C.; Patten, S. Valuing civics Political commitment and the new citizenship education in Australia. Can. J. Educ. 2006, 29, 454–475. [Google Scholar] [CrossRef]Rawls, J. Political Liberalism; Columbia University Press New York, NY, USA, 2005. [Google Scholar]Keyman, F.; Icduygu, A. Citizenship in a Global World European Questions and Turkish Experiences; Routledge New York, NY, USA, 2005. [Google Scholar]Isin, E. Democracy, Citizenship and the Global City; Routledge London, UK, 2000. [Google Scholar]Lockyer, A. Introduction and review. In Education for Democratic Citizenship—Issues of Theory and Practice; Lockyer, A., Ed.; Ashgate Publishing Limited Aldershot, UK, 2003; pp. 1–15. [Google Scholar]Steiner-Khamsi, G.; Stolpe, I. Educational Import Local Encounters with Global Forces in Mongolia; Palgrave MacMillan London, UK, 2006. [Google Scholar]Ministerial Council on Education, Employment Training, and Youth. National Assessment Program—Years 6 and 10 Civics and Citizenship Report; Curriculum Corporation Melbourne, Australia, 2006. Available online accessed 19 June 2012.European Commission Directorate-General for Education and Culture. Citizenship Education at School in Europe; Eurydice European Unit Brussels, Belgium, 2005. Available online accessed 19 June 2012.Attainment Target for Citizenship Homepage. Available online accessed on 15 June 2012.Fairbrother, G.; Kennedy, K. Civic education curriculum reform in Hong Kong What should be the direction under Chinese sovereignty? Cambridge J. Educ. 2012, in press.. [Google Scholar]Torney-Purta, J.; Barber, C. Democratic School Engagement and Civic Participation among European Adolescents; IEA Amesterdam, The Netherlands, 2005. Available online accessed on 15 June 2012.Husfeldt, V.; Barber, C.; Torney-Purta, J. Students’ Social Attitudes and Expected Political Participation New Scales in the Enhanced Database of the IEA Civic Education Study; Civic Education Data and Researcher Services College Park, MD, USA, 2005. Available online accessed on 15 June 2012.Amadeo, J.; Torney-Purta, J.; Barber, Attention to Media and Trust in Media Sources Analysis of Data from the IEA Civic Education Study; The Center for Information & Research on Civic Learning & Engagement College Park, MD, USA, 2004. [Google Scholar]Gould, J. Guardian of Democracy The Civic Mission of Schools; The Center for Information and Research on Civic Learning and Engagement College Park, MD, USA, 2003. [Google Scholar]Carnegie Corporation of New YorkThe Center for Information and Research on Civic Learning and Engagement CIRCLEThe Civic Mission of Schools; Carnegie Corporation of New York and CIRCLE College Park, MD, USA, 2003. © 2012 by the authors; licensee MDPI, Basel, Switzerland. This article is an open-access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license

Kewarganegaraanglobal atau kewarganegaraan dunia dalam makna luas mengacu pada seseorang yang mengutamakan identitas "masyarakat global" di atas identitasnya sebagai warga negara. Menurut konsep ini, identitas seseorang sudah melintasi batas geografi atau politik dan manusia di planet Bumi saling bergantung dengan satu sama lain; umat manusia merupakan Post date 19-Oct-2009 201750 PengantarDemokrasi-oleh banyak pihak-dianggap sebagai suatu sistem yang kehidupan yang dapat menjamin warga masyarakat mencapai kehidupan yang sejahtera. Sejalan dengan keyakinan tersebut, dewasa ini banyak bangsa-bangsa di dunia, termasuk di Indonesia tengah melakukan transformasi dan transisi menuju masyarakat demokratis setelah lebih dari 30 tahun berada dalam kekuasaan otoriter. Demokratisasi bukanlah sesuatu “barang” yang mudah diperoleh dan sederhana untuk direalisasikan, melainkan suatu proses yang sangat rumit dan membutuhkan kesiapan dan dukungan semua pihak untuk merealisasikannya, termasuk di dalamnya bagaimana membangun struktur dan kultur yang demokrasi tanpai dibarengi dengan struktur dan kultur yang demokratis hanya akan menjadikan proses tersebut sebagai sebuah reaksi atas trauma politik masa lalu yang tidak memiliki arah. Dengan kata lain, untuk membangun masyarakat yang demokratis harus dibarengi dengan suatu rekayasa sistemik untuk membangun struktur sosial politik dan kultur yang demokratis. Upaya membangun kultur demokrasi tersebut, menurut Almond harus melewati 3 tiga tahap. Pertama, pengembangan institusi yang demokratis. Kedua, menciptakan kondisi sosial dan personalitas individu yang mendukung terwujudnya demokrasi. Ketiga, mewujudkan struktur sosial dan kultur politik yang demokratis Almond; 1996. Dalam konteks itu semua, maka pendidikan dianggap sebagai salah satu instrumen sekalipun bukan satu-satunya untuk membangun kultur demokrasi tersebut, melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam proses pendidikan, utamanya melalui pembelajaran Civic Education, mulai tingkat dasar, menengah sampai pada jenjang perguruan TerminologiCivic Education, sejatinya dipahami sebagai wahana pendidikan yang didesain untuk membina dan mengembangkan sikap warganegara yang baik, cerdas, kritis dan partisipatif smart and good citizen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam konteks lokal, regional maupun internasional. Secara lebih sederhana, Civic Education dipahami sebagai wahana pendidikan demokrasi democracy education bagi warganegara. Menurut Azra, Pendidikan Demokrasi secara substantif menyangkut soisalisasi, diseminasi, aktualisasi dan implementasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan Azra, 2002 166.Dalam praktiknya, Pendidikan Kewargaan Civic Education tersebut memiliki peristilahan yang berbeda, seperti Citizenship Education, Humanright Education dan Democracy Education. Di Inggris misalnya, menyebut Pendidikan Kewargaan Civic Education dengan Citizenship Education, yang pada tahun 2002 ini menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Inggris. Bahkan di negara-negara Arab-seperti Yordania dan Sudan-istilah Civic Education diterjemahkan dengan al-tarbiyah almuwathanah dan altarbiyah Kewargaan yang diidentikkan dengan pendidikan HAM Humanright Education mengandung pengertian aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai sesuatu yang kodrati dan dimiliki setiap Azra, Pendidikan Kewargaan Civic Education adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warganegara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia Azra, 2001.Di Indonesia, penerjemahan Civic Education mengalami beberapa penerjemahan, yakni istilah Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewrganegaraan, Istilah Pendidikan Kewargaan pada satu sisi identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun disisi lain istilah Pendidikan Kewargaan secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warganegara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warganegara menjadi warga dunia global society. Dengan demikian orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya dari istilah Pendidikan itu, Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat; demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain; kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan prilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi Merphin Panjaitan Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogal. Sementara menurut Soedijarto, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa; dan ikut serta membangun sistem politik yang lain yang pernah ada dalam sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia, antara lain adalah Kewarganegaraan 1957, Civics 1961, dan Pendidikan Kewarganegaraan 1968. Perkembangan arti Civics yang kemudian meluas menjadi Civic Education, menyangkut dan mengambil bahan-bahannya dari cabang ilmu-ilmu sosial, sehingga Civic Education kadang-kadang sukar dibedakan dari pengertian social studies, yaitu sebagai istilah program pembelajaran PerkembanganGerakan Community Civics pada tahun 1907 yang dipelopori Dunn adalah permulaan dari keinginan lebih fungsionalnya pelajaran bagi para siswa dengan menghadapkan mereka kepada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan Community Civics ini dimaksudkan pula bahwa Civics membicarakan pula prinsip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan, usaha-usaha swasta, maupun masalah pekerjaan bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang tersebut, ada lagi gerakan yang membarengi gerakan Community Civic tersebut, yaitu gerakan Civic Education atau banyak juga yang menyebut Citizenship Education. Alasan timbulnya gerakan Civic Education tersebut hampir sama dengan alasan Community Civics, tetapi dalam beberapa hal dapat diartikan Juni 1995 dibentuk sebuah lembaga “Civitas Internasional” pada di Praha yang dihadiri oleh tidak kurang dari 450 pemuka pendidikan demokrasi dari 52 negara. Para peserta sepakat membentuk “Civitas Internasional” yang menyimpulkan pentingnya pendidikan demokrasi bagi penumbuhan “Civil Culture” untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintah demokratis Democratic governmence.Penumbuhan dan pengembangan civil culture dapat dikatakan merupakan salah satu tujuan penting pendidikan kewargaan Civic Education. Tetapi harus segera diakui, sementara para ahli pendidikan kewargaan umumnya sepakat bahwa peranan pendidikan kewargaan dalam pengembangan demokrasi dan kewargaan demokratis telah jelas, tetapi dalam prakteknya masih terdapat perbedaan-perbedaan. Mereka sepakat bahwa demokrasi-demokrasi yang tengah tumbuh — seperti Indonesia sekarang — memerlukan sarana dimana generasi muda umumnya dapat menjadi tahu dan sadar tentang pengetahuan, keahlian, keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menyangga, memelihara dan melestarikan demokrasi. Tetapi, seperti dikemukakan Print, bagaimana semua hal itu bisa dicapai melalui pendidikan kewargaan tidaklah jelas Print 1999 11.Pada beberapa negara Barat, seperti AS dan Australia, program pendidikan kewargaan telah menjadi bagian kurikulum sekolah setidak-tidaknya dalam satu dasawarsa yang berada dibalik penerapan pendidikan kewargaan di AS adalah bahwa pemeliharaan tradisi demokrasi tidak bisa diwariskan begitu saja; tetapi sebaliknya harus diajarkan, disosialisasikan, dan diaktualisasikan kepada generasi muda melalui sekolah. Lebih daripada postulat penting tersebut, dalam pandangan banyak ahli pendidikan dan demokrasi Barat, pendidikan kewargaan merupakan kebutuhan mendesak karena beberapa alasan kuat lainnya. Pertama, meningkatnya gejala dan kecenderungan political illeteracy, tidak melek politik dikalangan warganegara. Banyak warga barat, khususnya generasi muda tidak memiliki political literacy, tidak mengetahui persis cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya. Kedua, Meningkatnya political apathism, yang terlihat antara lain dari relatif sedikitnya jumlah warga negara yang memberikan suara dalam pemilu, atau terlibat dalam proses-proses politik LingkupCivic Education dalam konteks Perguruan Tinggi Islam diarahkan pada nation and character building dengan memiliki 3 materi pokok, yakni demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani. Ketiga core materials tersebut didukung dengan beberapa 6 pokok bahasan, yakni Identitas Nasional, Negara, Warganegara, Konstitusi, Otonomi Daerah dan Good Gabriel, The Civic Culture Prehistory, Retrospect and Prospect, Center for the Study of Democracy, UC Irvine Research Paper Series in Empirical Democratic Theory, No. 1., 1996Azra, Azyumardi, Prof. Dr., Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta PT. Kompas Media Nusantra, Pendidikan Demokrasi dan Demokratisasi di Dunia Muslim, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional II “Civic Education di Perguruan Tinggi”, Mataram, 22-23 April 2002_____, Pendidikan Kewargaan Untuk Demokrasi di Indonesia, Makalah Seminar Nasional Pendidikan Kewargaan Civic Education di Perguruan Tinggi, Jakarta, 28-29 Mei 2001Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan Civic Education Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta Prenada Media, Edisi Revisi, Murray, James Ellickson-Brown dan Abdul Rozak Baginda eds. Civic Education for Civil Society, London ASEAN Academic Press, 1999Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, BIGRAF Publishing, Yogyakarta, 2001* Disampaikan dalam acara Workshop on Civic Education bagi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Agustus 2003 di Dirga Cibulan, Cisarua-Bogor Pendidikankewarganegaraan global (bahasa Inggris: global citizenship education; GCE) adalah jenis ilmu kewarganegaraan yang melibatkan partisipasi aktif pelajar dalam proyek-proyek terkait isu sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan global. Dua elemen utama GCE adalah kesadaran global, yaitu aspek moral dan etis dari isu global, dan kompetensi global, yaitu Gambar Dari Pengertian Civic Education Apa Itu Pendidikan Atau Edukasi Kewarganegaraan Sejarah Tujuan Dan Fungsi Jenis Macam Elemen Serta Contohnya Cara Menyediakan Pembelajarannya Dan Kenapa Itu Penting Memahami Pengertian Civic Education, Apa itu Pembelajaran atau Edukasi Kewarganegaraan? Sejarah, Tujuan dan Fungsi, Macam, Contoh, Cara serta Pentingnya! Dalam pekerjaan Kami sehari-hari, Kami sering dihadapkan pada banyak pertanyaan, dari yang biasa-biasa saja hingga yang sangat tidak terduga. Berapa banyak negara yang menyertakan pembelajaran kewarganegaraan dalam persyaratan sekolah mereka? Well, jawabannya adalah semua melakukannya. Apakah ada data atau penelitian yang menunjukkan kapan pendidikan kewarganegaraan paling efektif? Kelas sembilan? Sekolah menengah? Perlu kalian ketahui bahwa setelah beberapa konsultasi kolegial dengan teman-teman kami, Kami tidak dapat menemukan apapun. Namun, pertanyaan yang paling sering Kami jawab sendiri yaitu pendidikan kewarganegaraan atau civic education itu? Oke terkait hal itulah dalam postingan kali ini Kami akan membahasnnya secara lengkap. Mari kita simak ulasannya berikut! Daftar Isi KontenPengertian Civic EducationApa itu Pendidikan atau Edukasi Kewarganegaraan?Sejarah Awal dari Civic EducationTujuan dan Fungsi Civic EducationMacam-Macam Elemen Civic Education dan Contohnya1. Pengetahuan Kewarganegaraan2. Keterampilan Kewarganegaraan3. Disposisi KewarganegaraanCara Sekolah atau Universitas Menyediakan Pembelajaran Civic EducationKenapa Civic Education Penting?KesimpulanPenutupBagikan Sekarang Ke Berarti pendidikan kewarganegaraan dalam bahasa Indonesia, civic education adalah segala proses yang mempengaruhi keyakinan, komitmen, kemampuan serta tindakan orang sebagai anggota atau calon anggota berdasarkan simpulan Kami yang merujuk pada sumber dari Situs Stanford. Ini secara luas dapat didefinisikan dengan cara yang secara jelas membawanya keluar dari ranah politik elektoral dan penyelenggara pemilu. Mungkin saja seseorang yang bertanggung jawab atas pendidikan pemilih juga dapat terlibat dalam usaha pendidikan kewarganegaraan yang lebih luas. Memang, ada sesuatu yang menunjukkan bahwa pendidikan pemilih benar-benar merupakan campuran dari informasi pemilih dan aspek tertentu dari program civic education pendidikan kewarganegaraan yaitu yang berhubungan dengan pemilu. Civic education sebagian besar dilaksanakan di lingkungan pendidikan orang dewasa informal, meskipun ada aspek pendidikan formal di sekolah. Apa itu Pendidikan atau Edukasi Kewarganegaraan? Ilustrasi Gambar Apa Itu Pendidikan Atau Edukasi Kewarganegaraan Serta Sejarah Civic Education Dan Tujuannya Di Negara Indonesia Jadi, apa itu yang dimaksud dengan pendidikan atau edukasi kewarganegaraan itu sebenarnya? Ya, seperti yang sudah Kami jelaskan di atas, ini lebih dikenal dengan istilah civic education, terutama jika kita mempelajari kurikulum global tentang teknologi informasi serta informatika baca pengertian informatika menurut para ahli disini. Dalam definisi terluasnya, pendidikan atau edukasi kewarganegaraan berarti semua proses yang memengaruhi keyakinan, komitmen, kemampuan dan tindakan seseorang sebagai bagian dari anggota atau calon anggota dari suatu komunitas. Pendidikan kewarganegaraan tidak perlu disengaja atau disengaja, para lembaga dan komunitas menyebarkan nilai dan norma mereka dengan cara yang dapat kita sebut sebagai tanpa disengaja. Memang, hal ini mungkin terbilang tidak bermanfaat bagi sebagian orang, terkadang orang dididik secara sipil dengan cara yang melemahkan atau memberikan nilai dan tujuan yang berbahaya. Dan ini semua tentunya tidak terbatas pada sekolah dan pendidikan anak-anak dan remaja saja. Keluarga, pemerintah, agama, dan media massa hanyalah beberapa institusi yang terlibat dalam pendidikan kewarganegaraan yang dipahami sebagai proses seumur hidup. Sejarah Awal dari Civic Education Agar lebih memahami tentang apa itu pengertian civic education pendidikan atau edukasi kewarganegaraan, maka kita juga harus memahami betul terkait sejarahnya, terutama di negara Indonesia sendiri. Oke, agar dapat lebih mudah dipahami, Kami akan merangkumnya berdasarkan tahun sebagai berikut Pertama istilahnya muncul tahun 1957 dengan nama pada tahun 1959 di pelajaran kewarganegaraan, berubah dengan menjadi Civics Manusia Indonesia Baru dan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi TUBAPI sebagai buku pada tahun 1962 istilah sipil kewarganegaraan tersebut diganti dengan Kewargaan tahun 1968 Kewargaan Negara juga mengalami perubahan, dimana mereka di ganti dengan Pendidikan Kewargaan 1975, Pendidikan Kewargaan Negara berubah dan diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila PMP.Tahun 1978, ini merupakan tahun dimana materi P-4 dalam PMP terbilang sangat 1984 masih tidak ada perubahan, yaitu tetap dengan nama PMP pada tahun 1994, PMP diganti dengan nama pada tahun 1999, materi P-4 pun di 1999+ berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Benar, seperti penjelasan sejarahnya di atas, dapat kita lihat bahwa mereka dikenal dengan sebutan awal yaitu Kewarganegaraan saja. Namun, perubahan pada era reformasi, membuat mereka sekarang dikenal dengan “Pendidikan Kewarganegaraan” atau lebih tepatnya istilah civic education hingga tahun 2023 sekarang ini. Tujuan dan Fungsi Civic Education Setelah kita mengetahui apa arti dan pengertian civic education, tentunya kita juga harus memahami tentang tujuan dan fungsinya juga bukan? Ya, perlu kalian ketahui bahwa tujuan utama dari pendidikan atau edukasi kewarganegaraan dalam hal ini civic education dalam masyarakat kita, yaitu adalah untuk melestarikan dan meningkatkan demokrasi dengan menumbuhkan kepedulian dan kepedulian orang terhadap komunitas mereka dan membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan demokrasi. Penambahan kehidupan sipil untuk siswa merupakan tambahan penting dan perlu untuk retorika pendidikan kontemporer dan upaya kebijakan. Memang, institusi pendidikan akan lebih memenuhi tujuan mereka yang luas ketika mereka fokus pada mempersiapkan siswa untuk kuliah, karir dan kehidupan sipil. Terkait fungsinya sendiri, ada beberapa alasan bagus untuk penekanan pada sekolah. Pertama, bukti empiris menunjukkan bahwa kebiasaan dan nilai-nilai kewarganegaraan civic relatif mudah dipengaruhi dan diubah saat orang masih muda, sehingga sekolah dapat menjadi efektif ketika upaya lain untuk mendidik warga negara gagal. Alasan lainnya adalah sekolah di banyak negara memiliki misi eksplisit untuk mendidik siswa untuk civic education pendidikan atau edukasi kewarganegaraan. Pendidikan berbasis sekolah adalah bentuk pengajaran manusia yang paling disengaja. Mendefinisikan tujuan dan metode pendidikan kewarganegaraan di sekolah merupakan topik debat publik yang layak. Meskipun demikian, penting untuk tidak melupakan fakta bahwa civic education terjadi di semua tahap kehidupan dan di banyak tempat selain sekolah. Macam-Macam Elemen Civic Education dan Contohnya Dalam membahas tentan apa itu civic education, juga merupakan hal yang penting bagi Kami disini untuk menjelaskan terkait jenis dan macam elemen yang terdapat di dalamnya. Perlu untuk diketahui bahwa pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan 3 tiga elemen berbeda, yaitu pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan disposisi kewarganegaraan. Di bawah ini akan Kami jelaskan secara lebih lanjut tentang jenis dan macam elemennya. 1. Pengetahuan Kewarganegaraan Jenis macam elemen civic education yang pertama yaitu pengetahuan kewarganegaraan atau civic knowledge. Pengetahuan kewarganegaraan mengacu pada pemahaman warga negara tentang cara kerja sistem politik dan hak serta tanggung jawab politik dan sipil mereka sendiri. Sebagai contoh misalnya hak atas kebebasan berekspresi dan untuk memilih dan mencalonkan diri untuk jabatan publik dan tanggung jawab untuk menghormati aturan hukum serta hak dan kepentingan orang lain. 2. Keterampilan Kewarganegaraan Macam berikutnya yaitu keterampilan kewarganegaraan atau civic skills. Keterampilan kewarganegaraan mengacu pada kemampuan warga negara untuk menganalisis, mengevaluasi, mengambil dan mempertahankan posisi dalam masalah publik dan menggunakan pengetahuan mereka untuk berpartisipasi dalam proses sipil dan politik. Sebagai contoh misalnya untuk memantau kinerja pemerintah atau memobilisasi warga negara lain di sekitar masalah tertentu. 3. Disposisi Kewarganegaraan Jenis macam civic education, khususnya elemennya terakhir yang akan Kami jelaskan disini yaitu disposisi kewarganegaraan atau civic disposition. Disposisi kewarganegaraan didefinisikan sebagai ciri-ciri warga negara yang diperlukan untuk demokrasi. Contohnya misalnya seperti toleransi, semangat publik, kesopanan, pemikiran kritis dan kesediaan untuk mendengarkan, bernegosiasi serta kompromi. Cara Sekolah atau Universitas Menyediakan Pembelajaran Civic Education Ilustrasi Gambar Dari Bagaimana Sekolah Dan Universitas Menyediakan Pembelajaran Pendidikan Atau Edukasi Kewarganegaraan Atau Civic Education Jadi, bagaimana cara lembaga seperti sekolah atau universitas menyediakan pembelajaran civic education atau pendidikan edukasi kewarganegaraan ini? Menurut beberapa sumber dan pendapat para ahli yang sudah Kami kumpulkan, para pemimpin di lapangan telah mengidentifikasi 6 enam praktik yang sudah terbukti untuk pembelajaran pendidikan kewarganegaraan atau civic education, yaitu Pengajaran di kelas; Sekolah harus memberikan pengajaran dalam pemerintahan, sejarah, ekonomi, hukum dan peristiwa saat ini dan masalah kontroversial; Sekolah harus memasukkan diskusi tentang masalah dan peristiwa lokal, nasional, dan internasional saat ini ke dalam kelas, terutama yang dianggap penting oleh kaum muda bagi kehidupan layanan; Sekolah harus merancang dan melaksanakan program yang memberi siswa kesempatan untuk menerapkan apa yang mereka pelajari melalui melakukan pengabdian masyarakat yang terkait dengan kurikulum formal dan pengajaran di ekstrakurikuler; Sekolah harus menawarkan kesempatan bagi kaum muda untuk terlibat di sekolah atau komunitas mereka di luar kelola sekolah; Sekolah harus mendorong partisipasi siswa dalam tata kelola proses demokratis; Sekolah harus mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam simulasi proses dan prosedur demokrasi. Kenapa Civic Education Penting? Lalu, apa yang membuat civic education edukasi ini menjadi sesuatu yang penting, terutama jika kita sedang mempelajari kurikulum teknologi baca pengertian teknologi disini yang terbaru? Secara umum memang, masing-masing dari kita harus berusaha menjadi warga negara yang secara aktif terlibat dalam pemerintahan kita. Pendidikan kewarganegaraan atau civic education tidak terbatas pada partisipasi dalam politik dan masyarakat, tetapi juga mencakup partisipasi di ruang kelas, lingkungan, kelompok dan organisasi. Dalam ilmu kewarganegaraan, siswa belajar untuk berkontribusi pada proses publik dan diskusi tentang masalah nyata. Siswa juga dapat mempelajari praktik kewarganegaraan seperti memilih, menjadi sukarelawan, layanan juri dan bergabung dengan orang lain untuk meningkatkan masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan PKn memungkinkan siswa tidak hanya untuk mempelajari bagaimana orang lain berpartisipasi, tetapi juga untuk berlatih berpartisipasi dan mengambil tindakan yang terinformasi sendiri. Civic education memberdayakan kita untuk menjadi warga negara yang terinformasi dengan baik, aktif dan memberi kita kesempatan untuk mengubah dunia di sekitar kita. Ini adalah bagian penting dari demokrasi mana pun dan membekali orang biasa dengan pengetahuan tentang demokrasi kita dan Konstitusi kita. Sebagai contoh misalnya, seperti mencoblos pada pemilu adalah tanggung jawab utama yang harus dimanfaatkan oleh setiap warga negara. Jadi, mengapa kita memerlukan civic education? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita kembali lagi pada inti dan tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan. Yup! Yaitu adalah mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang terinformasi dan terlibat. Sekolah hendaknya membantu kaum muda memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk mempersiapkan mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan bijaksana. Jadi, pendidikan kewarganegaraan atau civic education jelas ada kaitannya dengan pelestarian demokrasi kita. Kesimpulan Baiklah, Kami pikir sudah cukup jelas untuk sekarang. Jadi, berdasarkan penjelasan dan pembahasan tentang Pengertian Civic Education, Apa itu Pembelajaran atau Edukasi Kewarganegaraan? Sejarah, Tujuan dan Fungsi, Macam, Contoh, Cara serta Pentingnya di atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan, edukasi kewarganegaraan atau civic education adalah penyediaan informasi dan pengalaman belajar untuk membekali dan memberdayakan warga negara untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Education atau pendidikan dapat mengambil bentuk yang sangat berbeda, termasuk pembelajaran berbasis kelas, pelatihan informal, pembelajaran berdasarkan pengalaman dan kampanye media massa. Pendidikan kewarganegaraan dapat ditargetkan pada anak-anak atau orang dewasa, di negara maju atau berkembang dan di tingkat lokal, nasional atau internasional. Dengan demikian, civic education atau pendidikan kewarganegaraan merupakan pendekatan yang menggunakan berbagai metode berbeda dan sering digunakan dalam kombinasi dengan alat tata kelola partisipatif lainnya. Inti dan maksud keseluruhan dari civic education pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mempromosikan keterlibatan sipil dan mendukung pemerintahan yang demokratis dan partisipatif. Penutup Demikianlah postingan artikel yang dapat Kami bagikan kali ini, dimana Kami membahas terkait Pengertian Civic Education, Apa itu Pembelajaran atau Edukasi Kewarganegaraan? Sejarah, Tujuan dan Fungsi, Macam, Contoh, Cara serta Pentingnya. Semoga apa yang sudah Kami coba sampaikan serta jelaskan disini dapat bermanfaat dan juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua terutama dalam bidang pembelajaran teknologi umum. Silahkan bagikan artikel atau postingan Kami disini kepada teman, kerabat serta rekan kerja dan bisnis kalian semua khususnya jika kalian temukan ini bermanfaat dan juga jangan lupa subscribe Blog dan YouTube Kami. Sekian dari Kami, Terima Kasih. L6viFM.
  • cl1t6qcczc.pages.dev/31
  • cl1t6qcczc.pages.dev/52
  • cl1t6qcczc.pages.dev/105
  • cl1t6qcczc.pages.dev/152
  • cl1t6qcczc.pages.dev/71
  • cl1t6qcczc.pages.dev/575
  • cl1t6qcczc.pages.dev/229
  • cl1t6qcczc.pages.dev/173
  • perbedaan civic education dan citizenship education